Dapatkan update newsletter dari budimansudjatmiko.net:
Brasil telah memilih pemimpinnya, Dilma Vana Roussef, untuk meneruskan warisan Presiden Luiz Inacio ”Lula” da Silva. Lula telah membawa Brasil menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang sukses di dunia sekaligus sukses memberantas kemiskinan. Dilma berhasil mengalahkan Jose Serra dengan perolehan suara mencapai sekitar 56 persen.
Dilma banyak mendapatkan suara dari negara-negara bagian di wilayah timur laut yang relatif miskin, sedangkan Jose Serra banyak mendulang suara di wilayah selatan yang metropolis dan pusat perputaran uang.
Harus diakui, Dilma tidak bisa melepaskan diri dari bayang-bayang Lula yang sukses menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi (tahun ini mencapai 7,5 persen), memberantas kemiskinan, dan meningkatkan jumlah kelas menengah yang setiap tahun naik sebanyak 10 persen dalam lima tahun terakhir.
Baik Dilma maupun Lula yang juga sama-sama dari partai kiri yang berkuasa (PT/Partai Pekerja) adalah tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang sama. Mereka sama-sama aktor pembaru sosial di masyarakat.
Jika Lula melakukannya melalui gerakan sosial kaum buruh, Dilma menempuh jalan yang lebih radikal, yaitu bergabung dengan gerakan gerilya antijunta militer Brasil pada 1970-an. Yang menarik, Jose Serra, capres kiri-tengah dari Partai Sosial Demokrat Brasil (PSDB) yang dikalahkan Dilma, juga memiliki latar belakang sebagai aktor pembaru sosial, yaitu mantan aktivis mahasiswa yang jadi pelarian politik di era yang sama.
Meskipun mereka memiliki jalan hidup yang keras, mereka adalah sosok-sosok politik moderat yang memahami pentingnya kompromi dalam politik.
Keberhasilan Lula dalam menempatkan Brasil sebagai kekuatan ekonomi menengah berpengaruh di dunia, tingkat penerimaan Lula di forum ekonom dan pebisnis dunia World Economic Forum sekaligus di forum pergerakan rakyat antineoliberalisme World Social Forum serta popularitasnya di masyarakat bawah jadi tolok ukur bagi keterpilihan seorang kandidat.
Kiri moderat
Berbeda dengan sekutu-sekutunya di kawasan Amerika Latin seperti Chavez dari Venezuela ataupun Morales dari Bolivia, Lula relatif moderat dalam program-programnya untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial di Brasil. Kemauannya untuk membayar utang- utang Brasil kepada IMF dan kehati-hatiannya dalam menjalankan reforma agraria di Brasil memang mendapatkan kritik keras dari partainya, PT.
Memang pada tahun-tahun belakangan ini, pemerintahan Lula juga terguncang karena beberapa pembantu terdekatnya terlibat skandal korupsi, tapi popularitasnya tidak terganggu. Bahkan, dalam survei terakhir, tingkat penerimaan rakyat terhadap dirinya mencapai sekitar 80 persen. Hanya karena ketentuan dalam konstitusilah yang mencegah Lula mencalonkan diri lagi sebagai presiden.
Sebagai seorang penasihat ekonomi Lula, tentu Dilma memiliki keahlian dalam menjaga performa pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Brasil. Yang menjadi masalah, apakah Dilma juga sanggup meneruskan kebijakan kiri moderat yang bisa jadi akan mendapatkan kritik dari gerakan buruh dan petani tak bertanah (basis terkuat PT), maupun gerakan prolingkungan yang pada periode lampau belum puas dengan apa yang sudah dilakukan Lula.
Sebagai contoh, capres ketiga, yaitu Mariana Silva, sebenarnya adalah mantan petinggi PT yang keluar dari partai karena menentang kebijakan-kebijakan yang direkomendasikan oleh Dilma Roussef selaku ahli ekonomi energi yang dianggap tidak ramah lingkungan. Ini pula yang menyebabkan Mariana Silva bergabung dengan Partai Hijau yang mencalonkannya sebagai presiden dan memperoleh suara melebihi perkiraan pada pilpres putaran pertama.
Tapi untungnya, sebagian orang menilai ini karena kharisma seorang Lula, mayoritas basis suara Partai Hijau ini kembali memberikan suaranya untuk Dilma pada pilpres putaran ke dua. Dukungan juga mengalir dari Partai Sosialis (PS) yang sedang menguat sebagai sekutu tradisional Partai Pekerja (PT).
Tantangan dari kanan
Kalangan pebisnis swasta raksasa yang selama dua periode gagal menempatkan capresnya sebagai presiden Brasil kembali mengalami kegagalan dalam pilpres kali ini. Meskipun mereka telah mencoba menggunakan isu korupsi di kalangan pembantu dekat Lula dan Dilma untuk memperoleh simpati publik.
Hal ini sebenarnya unik karena Jose Serra bukanlah seorang pendukung berat neoliberalisme karena tradisinya yang lama di gerakan sosial demokrat di Brasil. Namun, keberhasilannya sebagai gubernur Sao Paulo dalam menjadikan negara bagian ini sebagai pusat bisnis terkemuka membuat para pengusaha swasta melihatnya lebih bersahabat untuk melindungi kepentingan-kepentingan modal besar di Brasil.
Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa Jose Serra dianggap lebih pro-private business, sementara Dilma Roussef dianggap terlalu pro-poor, meskipun moderat, dan juga propenguatan sektor negara, terutama dalam sektor energi dan perkebunan.
Bagi kita di Indonesia, yang terjadi di Brasil merupakan pembelajaran bahwa proses pemilu di sana sangat ditentukan oleh kejelasan platform dan keberpihakan partai dan capres terhadap pilihan strategi ekonomi. Kita juga bisa belajar bahwa rekam jejak para calon pemimpin yang bersaing begitu jelas, erat, dan dekat dengan pemikiran dan pembaruan sosial.
Di sana, para politisi dan partai tidak berebut klaim menjadi partai ”tengah” karena dari perspektif teori pun tidak pernah ada yang namanya ”tengah” dalam sebuah konstelasi politik yang demokratis. Platform politik tidak bisa di tengah kecuali ditautkan ke kiri atau ke kanan untuk menekankan aspek moderatnya.
Kiri, kiri-tengah, kanan atau kanan-tengah adalah pilihan-pilihan rasional yang senantiasa dihadirkan, terbaca dalam platform, dan terukur dalam kebijakan karena ini menyangkut peran negara, modal swasta, gender, dan komunitas dalam pembangunan bangsa.
Para calon presiden ini hadir secara jelas agar dipilih secara cerdas oleh rakyat untuk memimpin mereka ke depan. Mereka dituntut untuk menjaga warisan Lula, si bekas tukang semir sepatu dan buruh yang telah membuktikan bahwa keberanian, integritas, dan kinerja sosok pemimpin adalah segala-galanya untuk menyejahterakan rakyatnya. Bukan pencitraan belaka. Parabens Dilma, todos estao convidados !
* Budiman Sudjatmiko Anggota Komisi II DPR; Pembina Utama Parade (Persatuan Rakyat Desa) Nusantara
Artikel ini pernah dimuat di Harian KOMPAS - Rabu, 3 November 2010
http://internasional.kompas.com/read/2010/11/03/03154573/Brasil.Telah.Memilih.Pemimpin
Diskusi RUU Pertanahan bersama anggota Panja DPRRI RUU Pertanahan Budiman Sudjatmiko di Kantor Konsorsium Pembaharuan Agraria.
Harus diakui, Dilma tidak bisa melepaskan diri dari bayang-bayang Lula yang sukses menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi, memberantas kemiskinan...
Berita tentang Budiman Sudjatmiko dan hal-hal lain yang menjadi perhatiannya.
Berita tentang Budiman Sudjatmiko dan hal-hal lain yang menjadi perhatiannya.
© 2023 Budiman Sudjatmiko • kontak / privacy policy / terms |