Dapatkan update newsletter dari budimansudjatmiko.net:
Jakarta - Istilah reforma agraria atau land reform kembali mengemuka seiring dengan dilakukannya redistribusi 142.159 hektar lahan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk 389 desa di 21 propinsi. Apa sebenarnya yang dimaksud reforma agraria dan apa tujuannya?
Berikut adalah wawancara detikcom dengan anggota Komisi II (bidang pertanahan) DPR, Budiman Sudjatmiko, di Rumah Aspirasi Budiman, Purwokerto, Banyumas, Senin (25/10) kemarin.
Banyak masyarakat yang belum mengetahui istilah reforma agraria (land reform). Bisa dijelaskan sekilas?
Reforma Agraria bisa diartikan secara sempit sebagai sebuah kebijakan redistribusi lahan yang didorong oleh pemerintah atau disebut juga dengan land reform. Namun secara luas, ia bisa juga diartikan sebagai sebuah perombakan sistem agraria di sebuah negara, yang salah satunya mencakup redistribusi lahan atau land reform.
Jadi, Land Reform merupakan salah satu unsur saja dari reforma agraria. Unsur-unsur lain dalam reforma agraria mencakup fasilitas pemberian kredit pada petani, pelatihan, akses pasar dan pengelolaan atau manajemen pertanahan.
Bisa diceritakan sejarah singkat reforma agraria di Indonesia?
Secara sederhana kita bagi saja babak mengenai konsep tanah di Indonesia, pertama adalah babak feodal, di mana Raja mengklaim sebagai penguasa atas seluruh tanah. Negara (Raja) melakukan control to the people bukan kontrol langsung kepada tanah.
Babak berikutnya masa VOC abad ke-17 sampai dengan abad ke-18 hingga masa Tanam Paksa 1830-1870. Dalam masa panjang itu sistem ekonomi kolonial diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan pasar global. Guna memaksimalkan produksi pasca kebangrutan VOC, Kolonial Belanda menyusun kebijakan tanam paksa.
Memasuki masa maleise sejak 1930-an, serta Perang Dunia II, produksi perkebunan merosot. Petani mendapatkan peluang dalam menduduki, mengolah dan memanfaatkan perkebunan Belanda yang tidak terlantar.
Ketika Jepang masuk, fasisme Jepang kemudian memanfaatkan lebih mendorong gerakan pengolahan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria yang dilakukan oleh kaum tani. Mereka juga mendorong kaum tani melakukan pembongkaran terhadap hutan untuk dijadikan lahan-lahan pertanian. Semua dilakukan untuk keperluan perang Asia Timur Raya.
Ketika Indonesia merdeka, gagasan Bung Karno adalah mengakhiri "cara-cara penghisapan manusia atas manusia, atau exploitation de l’home par l"homme.
Oleh karena itu maka Bung Karno, selaku presiden negara Indonesia merdeka hendak memberi batas tegas terhadap: 1. Kolonialisme yang secara konkritnya diterapkan dalam penguasaan lahan perkebunan swasta asing; 2. Mengakhiri feodalisme.
Singkatnya, lahirlah UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Kemudian masuklah Indonesia dalam babak berikutnya yaitu cita-cita Land Reform.
Tapi sampai saat ini kenapa masih ada petani yang tidak punya lahan di kampung nenek moyangnya sendiri?
Pelaksanaan reforma agraria menyebabkan ketegangan sosial politik di pedesaan. Pada akhir Desember 1964 dan 14 Januari 1965, Menteri Agraria melaporkan proses redistribusi (pembagian) tanah kelebihan di Jawa, Madura, Bali, Lombok dan Sumbawa (seluruh tahapan I) telah diselesaikan dengan baik. Tanah yang diredistribusi terdiri dari tanah milik dan tanah negara yang berlebihan, termasuk tanah kerajaan.
Sebab-sebab kegagalan reforma agraria saat itu, salah satunya adalah bahwa reforma agrsria selalu berhadapan dengan kekuatan riil, nyata, dan konkrit di pedesaan yang tidak selalu mendukung gagasan tersebut. Segala kebijakan pemerintah untuk memastikan reforma agraria telah dibuat, namun praktek atas kebijakan tersebut berhadapan dan kalah oleh kekuasaan riil di pedesaan yang ingin melanggengakan penguasaannya atas lahan.
Kesiapan organisasional yang mengawal reforma agraria di pedesaan tidak matang disiapkan baik oleh negara maupun organisasi tani. Akibatnya ketegangan sosial tidak mampu diatasi dengan baik. Reforma agraria digagalkan di tingkat praktek.
Sekarang ini, akibat digagalkannya Reforma Agraria di era Orde Baru, ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia sangat mencolok: 0,2 persen penduduk menguasai 65 persen lahan nasional. Sebuah ironi yang menjadi akar kemiskinan di pedesaan.
Di era Orde Baru, istilah reforma agraria selalu diidentikkan sosialis atau komunis?
Itu adalah salah kaprah yang tidak berdasar, yang sengaja disebarkan oleh Orde Baru untuk mencegah pelaksanaan reforma agraria karena strategi pembangunan Orde Baru yang berorientasi kapitalistis pembangunan membutuhkan lahan-lahan itu untuk perkebunan-perkebunan modal besar, asing maupun dalam negeri.
Padahal di sejumlah negara non komunis, reforma agraria juga dilakukan, seperti Jepang dan Taiwan. Dalam konteks Indonesia, Reforma agraria secara substansial dimuat dalam UUPA 1960. UUPA mengakui secara nyata kepemilikan pribadi, ini menunjukkan bahwa UUPA jelas tidak identik dengan komunis.
Apa problem-problem yang biasanya ditemui dalam pelaksanaan reforma agraria di Indonesia sekarang?
Reforma agraria menghadapi setidaknya 4 problem mendasar. Pertama, tumpang-tindih peraturan yang disebabkan sektoralisme peraturan perundang-undangan. Satu sama lain saling bertolak belakang dan bahkan bertentangan baik terhadap UUD 45 maupun UUPA dan UU lain.
Kedua, orientasi pemerintah baik pusat maupun daerah yang menggenjot kemanfaatan dan distribusi agraria tanpa bicara soal pemerataan dan penyelesaian konflik. Ketiga, egoisme dalam sektor-sektor birokrasi yang luar biasa sehingga menyebabkan satu sama lain tidak sinergis bahkan juga sabotase terhadap program yang tidak berkenan di sektornya.
Keempat, adalah problem kekuasaan riil dan konkrit di tingkat bawah, di desa-desa, dimana praktek reforma agraria dilakukan. Mereka boleh jadi elit desa, partai di tingkat lokal, makelar tanah, dan seterusnya yang siap melakukan sabotase terhadap praktik penyelenggaraan reforma agraria.
Nah atas persoalan yang sungguh serius ini, kita tidak dapat melakukan strategi perjuangan reforma agraria yang sepotong-potong atau semu.
Bagaimana pengalaman Anda sendiri dalam memperjuangkan reforma agraria ini?
Sebagai anggota DPR, saya juga tetap melakukan koordinasi kerja di akar rumput, di antaranya dengan mempersiapkan organisasi tani dan rakyat desa untuk menghadapi kendala-kendala pelaksanaan reforma agraria di lapangan, di antaranya penguatan organisasi tani, pendidikan tani, akses pasar produk pertanian, koperasi pertanian, dan seterusnya.
Kerja di tingkat desa dengan mengkonsolidasikan kepala-kepala desa sebagaimana yang saya lakukan, adalah suatu upaya untuk mengantisipasi atau mempersiapkan sedari awal praktik reforma agraria riil, di desa-desa nantinya.
Kita harus teruskan program reforma agraria karena sekarang ini kita terancam pada krisis pangan nasional.
Soal redistribusi lahan yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional terhadap petani di Cilacap belakangan ini, apakah itu sudah cukup?
Sebanyak 291 hektar tanah di Kecamatan Cipari, Cilacap, diredistribusi kepada 5.141 KK. Luas rata-rata yang diterima adalah 500 m2. Anda dapat membayangkan berapa produktivitas lahan yang hanya 500 m2 per tahun, dikurangi ongkos produksi berupa pupuk?
Jika pun akibat kesuburan lahan, panen padi dapat dilakukan 3 kali 1 tahun, berapa rata-rata hasil panen mereka per tahun? Rata-rata sekali panen dengan luas 500 m2 petani akan mendapatkan paling tinggi Rp 1 juta sekali panen, dikurangi biaya produksi.
Jika dalam 3 kali panen dalam 1 tahun, hasilnya per tahun hanya 3 juta, itu sudah sangat luar biasa maksimal. Pertanyaannya, dapatkan keluarga hidup dengan 3 juta/tahun dikurangi ongkos produksi dan transportasi produksi, belum lagi ditambah biaya sekolah anajk, makan selama masa produksi.
Rasanya itu masih belum cukup. Maka hal paling mendasar dari program reforma agraria adalah soal kesejahteraan. Bagaimana mungkin reforma agraria meningkatkan kesejahteraan jika tidak dijamin luasan minimal bagi petani yang cukup untuk kebutuhan dasar keluarga tani. (lrn/fay)
Tasyakuran lahirnya UU No. 6/2014 tentang Desa di Desa Sambak, Magelang diisi orasi oleh sejumlah tokoh diantaranya oleh Budiman Sudjatmiko, Wakil Ketua Pansus RUU Desa.
Kepemimpinan politik dalam demokrasi yang sehat harus bertumpang tindih dengan kerja-kerja perubahan di akar rumput. Begitu juga perubahan-perubahan yang terjadi di akar rumput...
Berita tentang Budiman Sudjatmiko dan hal-hal lain yang menjadi perhatiannya.
Berita tentang Budiman Sudjatmiko dan hal-hal lain yang menjadi perhatiannya.
© 2023 Budiman Sudjatmiko • kontak / privacy policy / terms |